Senin, 14 Desember 2015

PAHLAWAN KEBERSIHAN UIN MALANG



Pahlawan adalah sebuah kata yang tak asing lagi di dengar oleh semua kalangan masyarakat  Indonesia, pahlawan adalah orang yang berjasa bagi sesamanya pada masa penjajahan pahlawan adalah mereka orang-orang yang berjasa dalam pembebasan rakyat Indonesia dari penjajahan bangsa lain, namun pada dewasa ini ada sosok pahlawan yang di pandang sebelah mata oleh masyarakat,yaitu adalah mereka pahlawan kebersihan atau yang sering kita sebut dengan tukang sampah dan petugas kebersihan.
Pertama kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu sampah. Sampah merupakan material sisa yang tidak di inginkan setelah berakhirnya suatu proses.secara umum pengertian sampah adalah sesuatu yang kotor, sesuatu yang di anggap manusia tidak pantas untuk di dekati manusia,namun bagi pahlawan kebersihan sampah bukanlah hal yang harus di jauhi tapi adalah hal yang harus di dekati bagi mereka sampah adalah hal berharga, tanpa sampah mereka tidak bisa hidup, tidak bisa makan, tidak bisa membiayai kehidupan mereka dan lain sebagainya, pandangan umum tukang sampah atau pahlawan kebersihan kita ini adalah semata-mata itu mereka lakukan karena tuntutan pekerjaan yaitu menjadi pemungut sampah. Contoh sampah yang berguna bagi mereka adalah sampah plastik, kardus dll. Biasanya barang tersebut mereka kumpulkan untuk di jual ke pengepul.
Sedangkan petugas kebersihan adalah mereka orang-orang yang setiap harinya bergelut dengan sampah, mereka adalah orang yang berjasa bukan hanya bagi orang-orang sekitarnya tapi juga bagi kelangsungan siklus dunia karena ketika sampah menumpuk terus-menerus maka kehidupan akan terganggu, bencana akan dating bergantian mulai dari banjir dll. pemungut sampah dan petugas kebersihan ini harusnya bisa mendapat tempat yang layak dan mendapatkan pendapatan yang layak di Negara ini , Indonesia . tetapi fakta yang terjadi saat ini kebalikannya mereka tak pernah mendapatkan tempat yang layak, pemerintah hanya mengutamakan perut mereka daripada harus menggubris pahlawan yang sejatinya mereka  adalah dia yang memang benar-benar berjasa, pahlawan yang seharusnya mendapatkan penghargaan khusus pada kenyataanya malah di kucilkan ,kebanyakan mereka di jauhi oleh orang-orang sekitarnya dan tidak di sukai oleh kebanyakan orang dan di anggap orang rendahan, hakikatnya mereka tidak hanya berjasa namun mereka juga telah menjaga iman mereka karena kebersihan adalah sebagian dari iman islam mengajarkan kebersihan kepada setiap umatnya namun ironisnya kaum muslim jarang yang menerapkan kebersihan dalam kehidupannya bahkan terkesan mereka abaikan dan mereka lebih bergantung pada petugas kebersihan
Dari hal tersebut akhirnya mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang memiliki inisiatif untuk melakukan pembersihan kota salah satunya di lakukan di kawasan ijen pada hari minggu hal itu bersamaan dengan car free day (CFD) bersama sekawanan mereka membantu petugas kebersihan yang sedang bertugas mereka melakukan hal tersebut selama beberapa kali di tempat yang sama karena meski sudah ada tempat sampah masyarakat yang melakukan CFD ini kurang sadar akan pentingnya kebersihan.
read more “PAHLAWAN KEBERSIHAN UIN MALANG”

Kamis, 09 Oktober 2014

KPI : Little krisna, Tom and Jerry atau GGS yang beracun?

1411520057260622512
TEGURAN keras KPI terhadap animasi 2D “Tom and Jerry/TAJ” dan Little Krisna, memancing reaksi keras dari netizen atau publik dunia maya. Mereka menganggap KPI salah sasaran, tebang pilih. KPI dituduh lebih reaktif terhadap tayangan anak-anak ketimbang sinetron kejar tayang yang dianggap lebih ‘beracun’. Lalu, apakah teguran KPI sudah tepat sasaran?
Tom and Jerry adalah Animasi 2D
KPI dalam teguran tertulis di website-nya pada tanggal 18 September 2014, menganggap bahwa TAJ berisi kekerasan eksplisit yang tidak sesuai dengan konsumsi anak-anak. Di sana KPI menulis:
Pelanggaran pada Program tersebut yaitu menayangkan secara eksplisit adegan membenturkan wajah Tom berkali-kali ke plang besi. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, penggolongan program siaran serta larangan dan pembatasan adegan kekerasan.
Program kartun dengan kategori R harus mengandung muatan, gaya pencitraan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Muatan Tom & Jerry yang sarat kekerasan fisik dan eksplisit serta disiarkan secara masif bahkan sering ditayangkan 2 (dua) kali dalam 1 hari yang dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi perkembangan psikologi remaja.
TAJ adalah serial animasi Amerika Serikat keluaran MGM yang dirilis pada 1940. Kartun itu diputar di banyak negara terutama Indonesia pada akhir 90′an dan kini di tahun 2014, ditayangkan ulang di RCTI, Global TV, dan ANTV. TAJ mengisahkan permusuhan abadi antara Tom si kucing hitam dan Jerry si tikus cokelat. Setiap episodenya Tom selalu melakukan usaha-usaha mustahil dalam melahap Jerry. Tapi sampai kiamat pun kita tahu Tom tak akan berhasil.
Menuju usahanya kita akan dijejali akal bulus Tom yang kebanyakan senjata makan tuan. Dimana rencana jahat tidak akan pernah berhasil atau mewujud. Jerry akan selalu menjadi pahlawan karena ia korban. Cerdik mengakali si licik Tom. Di sinilah barangkali KPI melewatkan pesan moral dalam TAJ. Kejahatan tak akan menang, kejahatan yang dipresentasikan oleh niat iseng dan jahat Tom, tak akan pernah berhasil. Namun KPI atau sebagian orang hanya menilai dari sisi scene demi scene yang dinilai sarkastik. Seberapa pengaruhnya bagi perkembangan psikologis anak dan remaja?
TAJ adalah kartun 2D, anak-anak dan remaja sadar bahwa apa yang mereka lakukan termasuk mustahil. Berbeda dengan live action semacam The Raid yang jelas-jelas mengumbar kekerasan secara eksplisit. Dimaknai kartun 2D karena dengan begitu penonton bisa tahu sekat antara ruang maya dan ruang nyata. Bukankah di situs KPI/beranda depan KPI sendiri sudah ada aturan kalau orangtua harus membimbing anak-anak saat menonton TV? Dan sekarang KPI berharap TAJ dan tayangan anak lain dipindahkan ke jam malam? Jam sepuluh malam atau dini hari?
Tom and Jerry adalah Komedi Slapstick
Komedi slaptick adalah jenis komedi fisik yang mudah dicerna dan sangat mudah dipahami audiens seluruh dunia. Isinya adalah komedi yang menempatkan tokoh utama di posisi teraniaya, tersiksa, dan celaka. Komedi ini mengandalkan adegan ketimbang dialog. Contohnya orang jatuh dari kursi, orang nyangkut, orang keserempet atau tertindih meja. Hal itu dianggap konyol dan kita sepakat akan tertawa jika melihat scene itu. Contoh komedi ini adalah Charlie Chaplin, Mr Bean, dan Jackass. Di Indonesia? Komedi jenis ini sudah mendarah daging. Contohnya Warkop DKI.
Kalau mau membandingkan dengan komedi slapstick yang salah penempatan, kita bisa menemuinya dalam tayangan variety show Indonesia yang tayang di jam pagi, jam sore, dan jam prime time. Inbox, Dahsyat, Fesbukers, dan sederet acara lainnya yang berlabel musik, kerap kali dibumbui adegan ini. Ini jelas tak lebih sehat dari TAJ.
KPI Tegur “Tom & Jerry”, Ganteng-Ganteng Serigala Gimana?
Alasan KPI menegur kartun TAJ barangkali atas desakan pelapor. KPI sendiri pernah menegur sinetron SCTV Ganteng-Ganteng Serigala pada Mei 2014, namun hingga kini tayangan GGS masih eksis. Intinya adalah bahwa KPI hanya menegur, tidak melarang. Sebab melarang atau mencabut izin siar sudah barang pasti akan dianggap menghambat kreatifitas seseorang. Bisa jadi akan dianggap melakukan pelanggaran HAM.
Tapi seseorang mungkin tergelitik saat KPI dalam teguran untuk TAJ, berharap bahwa TAJ bisa diedit agar menjadi tontonan yang lebih layak.
Jika ingin menayangkan program tersebut, wajib meminimalisir muatan-muatan kekerasan fisik yang eksplisit atau memindahkan program tersebut ke jam tayang dewasa yaitu pukul 22.00-03.00 WIB.
Bagaimana bisa? TAJ kan, bukan tayangan lokal. Mengeditnya/meminimalisir scene yang dianggap keras, berarti sudah kehilangan alur cerita. Apakah orang-orang KPI sudah mempertimbangkan hal itu? Bahwa tayangan-tayangan yang ditegur keras kesemuanya adalah tayangan-tayangan luar? Dimana stasiun TV membeli hak siar. Berbeda halnya jika KPI menegur program nasional, produser program TV bersangkutan bisa lebih leluasa memperbaiki kualitas tayangan sesuai saran KPI.
*
KPI telah menegur penayangan TAJ dalam surat tertulis khusus. Masing-masing untuk RCTI, Global TV, dan Anteve. KPI juga menegur tayangan lain seperti teguran untuk Little Krisna dan Bima Sakti di ANTV menurut situs kpi.go.id.  KPI sudah berani mencatut judul tayangan untuk anak itu dalam situsnya. Kami -saya mewakili sekelompok orang, menanti KPI juga menegur keras secara eksplisit sinetron yang jauh lebih meresahkan. Jangan terkesan KPI tebang pilih. Sebab tayangan anak di Indonesia ini sudah sangat minim. Anak-anak malah diserbu sinetron remaja yang sarat nuansa percintaan picisan.
Lagipula teguran KPI ini terbilang ‘telat’. Sebab TAJ dan Little Krisna sudah lebih dulu tayang. Little Krisna bahkan dijadikan buku khusus untuk anak-anak yang diterbitkan oleh penerbit kenamaan Indonesia.
Semoga banyak yang berpikir ulang mengenai hal ini, ya. Setidaknya kita harus yakin bahwa teguran hanya sebatas teguran.  Itu seperti gertak sambal atau terkesan aktifitas normatif agar sekelompok orang menilau sesuatu itu telah melakukan pekerjaan.  Kita harus yakin TAJ dan Little Krisna masih tayang.  GGS saja masih tayang meski sudah ditegur, masa kartun kesayangan kita semua Tom and Jerry langsung dihentikan?
*
foto: wikipedia, okezone,com
read more “KPI : Little krisna, Tom and Jerry atau GGS yang beracun?”

G 30 S/ PKI dimata PKI

1411931036768835104
Pengalaman adalah sejarah yang paling nyata, yang apabila tidak dicatat akan lenyap dari ingatan dan pengetahuan masyarakat. Rosihan Anwar, wartawan senior Indonesia, pernah mengatakan bahwa orang Indonesia suka lupa kepada sejarah masa lampau saking asyiknya dengan diri sendiri dan masa sekarang. Ucapan ini jelas bukan merupakan pujian untuk orang Indonesia. Lebih-lebih apabila dihubungkan dengan pendapat Alain Decaux: “Bangsa yang tidak memiliki kesadaran sejarah adalah bangsa yatim-piatu.”
Beberapa hari lagi bangsa Indonesia akan kembali memperingati sebuah ‘perayaan’ yang mereka sebut Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober. Pertanyaannya sekarang, apakah generasi muda sekarang tahu ada apa di tanggal 1 Oktober itu hingga selalu diperingati setiap tahunnya dengan upaca megah yang hampir maenyamai upacara Hari Kemerdekaan?
Lebih dari 32 tahun—bahkan hingga sekarang—bangsa kita meyakini bahwa di malam ‘jahanam’ itu, segerombolan ‘avonturis-avonturis’ (meminjam kata-kata Soeharto) yang berasal dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Pasukan Pengawal Presiden (Tjakrabirawa) menculik dan membantai enam Jenderal dan satu perwira di Jakarta—dua orang perwira di Jawa Tengah—atas arahan dari sebuah Partai terbesar di negeri ini saat itu: PKI, dengan tujuan untuk menggulingkan Pemerintahan Soekarno. Benarkah demikian? Benarkan G-30-S hendak menggulingkan Soekarno? Sejarah adalah milik para pemenang. Bila saat itu G-30-S yang memenangi ‘pertempuran’, bukankah sejarah selanjutnya akan menyatakan bahwa ke tujuh jenderal plus Soeharto lah yang hendak merobohkan negara?
Pengadilan yang berkali-kali difasilitasi oleh pihak militer sebenarnya tak bisa membuktikan apa-apa. Empat pimpinan teras PKI ditembak mati tanpa sempat diadili. Kita harusnya bertanya, kenapa? Sjam Kamaruzzman—mengaku sebagai tokoh PKI (?)—yang anehnya tidak dikenali menepuk dada sambil meyakini bahwa dialah yang mengorganisir gerakan atas perintah dari pimpinan PKI (yang sudah ditembak mati). Melalui kesaksian ‘tunggal’nya lah maka hakim sejarah mengetok palu hukuman mati untuk PKI dengan tuduhan serius: menjadi idiom atas segala kejahatan di negeri ini sampai kiamat nanti.
Sebenarnya, jika orde baru berminat untuk mencapai objektivitas—suatu hal yang tak mungkin—harusnya pengadilan Soedisman—yang herannya juga tak disiarkan langsung oleh TVRI saat itu, tak seperti tersangka lainnya—lah yang lebih patut untuk dipertimbangkan daripada pengakuan seorang megalomaniak bernama Sjam. Selain beliau adalah anggota CC-PKI—pimpinan senior, tokoh paling terkenal setelah Aidit, Njoto, dan Lukman—beliau pun  sempat ‘bergerilya’ selama kurang lebih setahun untuk mengumpulkan bukti epilog dan prolog dari G/30/S. Dokumen beliau yang berjudul “Uraian Tanggung Jawab” hampir tidak pernah dijadikan acuan para sejarawan orba dalam penulisan ulang  tentang G/30/S.
Hari ini, saya akan mencoba menyajikan kepada para pembaca—ejaannya saya edit sesuai EYD dan tulisannya saya ringkas ke hal-hal pokok saja tentang G/30/S—poin-poin yang beliau kumpulkan dengan pisau bedah analisis marxis tentang G/30/S.
Bukan kapasitas kita untuk membenarkan segala analisis beliau, karena Soedisman pun hanya manusia biasa seperti kita juga—bukan iblis seperti yang dituduhkan oleh rezim fasis orba—, semoga analisis beliau di bawah ini bisa sedikit banyak menjadi pertimbangan dalam penelitian ulang atas tragedi yang menyebabkan melayangnya lebih dari satu juta nyawa manusia Indonesia.
*
Para Saudara Pemeriksa yang terhormat.
Saya tertangkap pada tanggal 6 Desember 1966 di daerah terpencil Tomang, dalam juang terkepung lawan, tepat setahun sesudah Kawan Njoto tertangkap. Peristiwa ini sungguh sesuatu adegan yang mengharukan, persamaan waktu mengibaratkan persamaan nasib dan sepenanggungan.
Dari haru, tergugahlah lubuk hati saya untuk mengucapkan terima kasih atas segenap daya upaya yang telah ditempuh oleh para Saudara Pemeriksa yang dengan penuh kesabaran telah berikhtiar untuk mengubah tekad saya memilih “jalan-mati” menjadi “jalan-justisi“. Juga tidak mungkin pernyataan terima kasih saya begitu saja saya lewatkan, tanpa mengulang, sekali lagi mengulang kembali, terima kasih saya atas adanya pengertian dari pihak para Saudara Pemeriksa mengenai pikiran dan perasaan saya yang terpancang dalam hati: untuk mensenyawakan sikap dengan massa anggota PKI yang telah tertembak mati, untuk melaraskan diri dengan sikap mati pemimpin-pemimpin utama PKI, DN Aidit, MH Lukman, Njoto dan Sakirman, dan untuk memikul tanggung jawab terhadap ratusan ribu korban massa progressif karena kegagalan G-30-S.
Pada tanggal 3 Januari 1967 para Saudara Pemeriksa mengajukan pertanyaan yang berbunyi sebagai berikut:
Pertanyaan: Apa yang mendorong PKI untuk mengambil suatu tindakan yang menjurus kepada G-30-S pada akhir bulan September /permulaan 1 Oktober 1965 dalam pemerintahan dibawah kekuasaan Presiden Sukarno?
Jawaban: Dalam menjawab pertanyaan tersebut diatas, saya tetap berpegang teguh kepada statement Politbiro CC-PKI tertanggal 6 Oktober 1965 yang antara lain menerangkan, bahwa “PKI tidak tahu menahu tentang G-30-S dan peristiwa itu adalah intern AD”. Alasanya ialah :
1. Dalam sidang-sidang Politbiro CC-PKI, oleh kawan DN Aidit dijelaskan bahwa ada perwira-perwira maju yang mau mendahului bertindak untuk mencegah kudeta Dewan Jenderal. Untuk itu DN Aidit menugaskan pengiriman beberapa tenaga ke daerah pada hari-hari menjelang mencetusnya G-30-S dengan garisnya “dengarkan pengumuman RRI Pusat dan sokong Dewan Revolusi”. Jika PKI secara menyeluruh terlibat dalam G-30-S maka:
a. Masalah yang begitu penting harus dibicarakan dalam sidang pleno CC-PKI mengingat scope-nasionalnya yang bersifat luas dan penerapan persoalan teori, bahwa “sekali mengangkat senjata haruslah dirampungkan sampai selesai, dan jangan sekali-kali main api dengan senjata”.
b). Masalah yang begitu penting tidak cukup diletakkan penugasan kepada beberapa tenaga ke daerah hanya beberapa hari sebelum peristiwa, tapi seharusnya banyak tenaga yang ditugaskan ke daerah-daerah beberapa bulan sebelumnya dengan garis “bangkitkan massa, adakan perlawanan massa dan bentuk Dewan Revolusi.
2. Sesudah G-30-3 pecah, kenyataannya menunjukkan bahwa PKI pasif tidak berlawan, malahan menjadi korban penangkapan atas perintah “tindak dengan alasan langsung dan/atau tidak langsung tersangkut G-30-S”, menjadi korban pembunuhan massal atas dasar perintah “habisi dan tindas sampai keakar-akarnya”, dan witchhunting (pengejaran teror putih ketiga (1926, 1948, 1965).
Dalam hati timbul tanda-tanya, apakah dosanya Ny.Njoto bersama anak-anaknya yang tidak tahu menahu tentang perbuatan politik suami- ayahnya, kawan Njoto, sampai dijebloskan ditahanan sel Kodim Budikemulyaan, sehingga oroknya tidak dapat menetek lagi karena air susu asat? Padahal pernah oleh yang berkuasa didesirkan ‘jangan balas dendam’, yah, desiran itu hanya sebagai angin lalu saja sebab kenyataannya yang dilancarkan adalah meng-ex-Komunis-kan anggota PKI sekeluarganya komplit. Hal ini, pasif tak berlawan, tidak mungkin terjadi jika PKI mempersiapkan dan disiapkan untuk G-30-S.
3. Yang bergerak dalam G-30-S kebanyakan perwira-perwira non-Komunis disamping yang Komunis, sehingga sesuai dengan keterangan kawan DN Aidit, bahwa perwira-perwira maju mau mendahului bertindak. Apalagi kalau dilihat rencana susunan Dewan Revolusi tidak terdiri dari tokoh utama Nasakom dan dipimpin langsung oleh kawan DN Aidit sendiri.
Dengan mengemukakan tiga-faktor tersebut diatas bukannya saya bermaksud untuk memungkiri bahwa tokoh-tokoh PKI terlibat langsung dalam G-30-S. Tidak, sebagaimana telah saya jelaskan, tokoh-tokoh PKI, termasuk saya sendiri, terlibat dalam G-30-S, tetapi PKI sebagai Partai tidak terlibat dalam G-30-S.
Dengan mengemukakan tiga-faktor tersebut diatas, bukannya saya bermaksud untuk membandingkan dengan peristiwa pemberontakan yang telah dicetuskan oleh Masjumi/PSI [PSI: Partai Sosialis Indonesia]. Masjumi dikenal sebagai partai yang didirikan di zaman militerisme Jepang, Masjumi dikenal anti-Pancasila sewaktu Konstituante, dan Masjumi dikenal sebagai sebagai DI - TII yang legal sedangkan DI-TII [Darul Islam/Tentara Islam Indonesia] sebagai Masjumi yang ilegal yang bersama-sama PSI memberontak mendirikan negara dalam negara R.I. semasa PRRI/PERMESTA [Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia / Piagam Perjuangan Semesta].
Tokoh-tokoh utama Masjumi/PSI terang menjadi Menteri-menteri PRRI/PERMESTA, tetapi apakah tindakan Pemerintah pada waktu itu? Tindakan Pemerintah pada waktu itu tidaklah otomatis membubarkan Masjumi/PSI, apalagi membubarkan ormas2-ormasnya, menyita hak milik organisasi Masjumi/PSI, menghukum mati takoh-tokohnya dan melarang ajarannya. Malahan Pemerintah memberikan amnesti tokoh-tokoh Masjumi/PSI dibebaskan dan sekarang mulai mengaktifkan kembali Masjumi/PSI. Yang terang GPII [Gerakan Pemuda Islam Indonesia] sudah memproklamasikan diri legal kembali melalui pengumuman di salah satu koran.
Jika, mau mengetuk rasa keadilan dan perikemanusiaan sebagai salah satu sila Pancasila, maka semestinya harus ada perlakuan yang sama baik terhadap Masjumi/PSI maupun PKI, yaitu memisahkan perbuatan tokoh-tokoh PKI jang terlibat dalam G-30-S dan PKI sebagai partai yang tidak tahu-menahu tentang G-30-S. Tetapi hal ini tidak terjadi. Bagi saya jelas, bahwa hal ini tidak terjadi karena yang berkuasa adalah satu kelas dengan Masjumi/PSI. Menurut hukumnya sesuatu klas tidak akan melikuidasi kelasnya sendiri dan yang ditempuh ialah jalan kompromi baik dengan jalan abolisi maupun amnesti. Terhadap PKI yang merupakan lawan kelas dan kekuasan militer sekarang, maka dilakukan tindak likuidasi yang bisa berlangsung untuk sementara dalam artian sejarah.
Disinilah relatifnya keadilan dan kebenaran dipandang dari kekuasaan kelas yang ada pada suatu masa tertentu. Jadi, dengan demikian jelaslah bahwa perjuangan kelas bukannya sirna di Indonesia, tapi justru kebalikannya, perjuangan kelas menjadi menajam.
Sekarang saya akan mengajukan “kekinian” atau “het heden” daripada peristiwa sebelum G-30-S meletus. Persoalan ini perlu saya ajukan, sebab bagi saya “het heden is onderhevig aan het verleden en de tukomst“. Atau “kekinian ditentukan oleh hari kemarin dan menentukan hari depan”. Apakah “kekinian” pada waktu itu?
1. Sikap PKI terhadap Pemerintahan dibawah kekuasaan Presiden Sukarno:
PKI pada waktu itu menentukan sikap terhadap Pemerintahan, ialah menyokong politik Pemerintah yang maju, mengkritik politik Pemerintah yang ragu dan menentang politik Pemerintah yang merugikan Rakyat. Yang maju dan disokong PKI ialah politik Pemerintah yang pada umamnya anti-imperialis dan dalam batas-batas tertentu anti-tuan-tanah (anti-feodal). Politik anti-imperialis Pemerintah yang tepat adalah pembagian kekuatan dunia dalam dua kubu, yaitu: Kubu NEFO yang terdiri dari negeri-negeri Sosialis, negeri-negeri yang baru merdeka dan rakyat-rakyat progresif di negeri-negeri kapitalis menghadapi Kubu kedua yaitu kubu imperialis sebagai kubu OLDEFO. Berdasarkan politik Nefo ini dapatlah garis politik Presiden Sukarno yang merumuskan politik luar-negeri R.I, sebagai berikut: “not to make friends but to defend the revolution“, dan “Nefo”, termasuk RRC adalah “Comrades in arms“. Inilah politik kiri yang tepat, politik anti-imperialis yang dalam perbuatan telah menyokong perjuangan Rakyat Aljazair melawan imperialisPerancis, menyokong perjuangan Rakyat Vietnam melawan imperialis AS, menyokong perjuangan Rakyat Kalimantan Utara melawan Inggris dalam bentuk kongkrit berkonfrontasi dengan proyek bersama imperialis Inggris - AS “Malaysia”, dan menyokong perjuangan Rakyat Pakistan melawan agresi India. Politik kiri anti-imperialis ini sekarang pada hakekatnya sudah dianulir sekarang oleh kekuasaan militer yang sudah tidak lagi anti-imperialis dalam perbuatan, buktinya antara lain mengundang kembali penanaman modal asing dan mengadakan operasi keamanan terhadap “bahaya Komunisme” yang pada hakekatnya ditujukan kepada kaum gerilyawan pejuang Kalimantan Utara. Sekian tentang politik luar negeri anti-imperialis dari Pemerintah yang dulu.
Sedangkan politik dalam negeri yang maju ialah dalam batas-batas tertentu politik anti-tuan tanah (feodal), yaitu: pembatasan hak milik tanah tuan tanah sampai 5 hektar dengan pengaturan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan penurunan setoran kaum tani penggarap dari 5:5 menjadi minimal 6:4 untuk kaum tani penggarap dengan pengaturan oleh Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBM). Politik maju yang sekedar menguntungkan kaum tani penggarap itu sekarang pada hakekatnya telah dianulir oleh kekuasaan militer sekarang, dengan bukti banyak tanah yang dulu sudah dibagikan dicabut kembali oleh tuan-tanah yang bersangkutan dan bagi hasil kembali kepada maksimaal 5:5, bawon (upah panen) dari 1:5 ada yang menjadi 1:20, dan kaum tani penggarap dikenakan pajak-pajak berat lagi. Singkatnya nasib kaum tani penggarap kembali kepada “serba-salah”, berani bicara dicap G-30-S, dan tidak bicara dituduh memboikot politik kekuasaan militer sekarang.
Tentang politik pemerintah yang ragu dan dikritik oleh PKI, adalah politik yang kurang konsekuen dalam pelaksanaan politik anti-imperialis dan pelaksanaan UUPA dan UUPBH. Contohnya tidak adanya ketegasan dalam tindakan terhadap investasi imperialis AS dibidang perminyakan yang merupakan sebagian terbesar devisa R.I.
2. Menghadapi kemungkinan agresi imperialis:
Saya setuju dengan peringatan Presiden Sukarno bahwa death-line imperialis Inggris membentang dari Teluk Aden, kepulauan Andamanen, “Malaysia” sampai Hong Kong. Untuk mempertahankan death-line sebagai life-lineterakhir dari imperialis Inggris, logislah jika Inggris memusatkan kekuatan armada angkatan lautnya, angkatan daratnya dan angkatan udaranya di Malaysia dalam menghadapi politik R.I. yang tepat yaitu: bantu Kaltara (Kalimantan Utara) mengganyang Malaysia. Jadi pengganyangan Malaysia bukannya karena tidak mau rukun dengan bangsa serumpun Melayu tetapi karena imperialis Inggris membentuk federasi Malaysia untuk menumpas Kaltara jang memproklamasikan diri bebas dari belenggu imperialis Inggris.
Inilah politik konfrontasi R.I. yang membawa suasana “on the brink of war“, suasana di tepi jurang perang, konsekuensi dari politik ini ialah menjadikan daerah R.I. sebagai daerah berlatih dan beristirahat bagi para pejuang Kaltara, dan pejuang-pejuang Sukarelawan R.I. bertempur membantu pejuang-pejuang Kaltara melawan imperialis Inggris yang ingin mengamankan daerah belakangnya, dan imperialis Amerika pasti membantu sekutunya imperialis Inggris sebab Amerika Serikat takut kalau semangat anti imperialis rakyat Indonesia yang tinggi menular ke Filipina, sebab akan mengganggu daerah belakang agresi imperialis AS di Vietnam. Gaya berpendapat pada waktu itu memang nyaris adanya, sehingga rakyat harus dibikin werrbaar dan paraat.Caranya ialah mempesenjatai Rakyat dengan senjata dari manapun saja, termasuk dari RRC. Rakyat yang bersenjata sebagai pertahanan dan ketahanan nasional yang ampuh harus diatur dalam ikatan organik yang saya rasakan cocok dengan dicetuskannya gagasan Angkatan Kelima oleh Presiden Sukarno.
Dengan demikian Rakyat yang bersenjata adalah tubuh kekar dengan ABRI sebagai tinjunya menghadapi agresi imperialis. Dengan demikian  Rakyat dan ABRI betul-betul menjelma sebagai air dan ikan yang tak terpisahkan.
Inilah wurbaarlheid dan paraatheid rakyat yang tak terkalahkan menghadapi kemungkinan operasi imperialis. Saya kira tidak salah kalau AURI mengorganisasi latihan-latihan sukarelawan sebagaimana diselenggarakan juga oleh Angkatan-angkatan lainnya. Juga tidak keliru kalau massa anggota PKI ikut serta dalam latihan sukarelawan oleh AURI [Angkatan Udara Republik Indonesia], sebagaimana dilakukan pula oleh massa-anggota partai lainnya untuk ikut serta dalam latihan Sukarelawan oleh Angkatan Bersenjata lainnya.
Andaikata Angkatan ke-V terbentuk, saya rasa tidak akan terjadi latihan-latihan Sukarelawan yang terpisah-pisah, tapi semuanya dapat diselenggarakan bersama sebagai suatu kesatuan oleh ABRI secara bersama.
3. keadaan Finek makin memburuk:
Saya berpendapat pada waktu itu bahwa keadaan Finek (Finansial dan Ekonomi) makin memburuk, harga-harga barang meningkat tinggi, daya beli dan tingkat hidup rakyat makin merosot. Secara pokok sebab-sebabnya telah saya utarakan di depan.
Jalan keluarnya selalu oleh PKI diajukan konsep-konsep, antara lain tidak setuju dengan politik kenaikan harga, menolak deferred payment, dan hukuman mati bagi koruptor-koruptor besar. Konsep-konsep PKI ada yang disetujui Pemerintah, tetapi setelah menjadi keputusan resmi tinggal sebagai keputusan di atas kertas belaka. Malahan lucunya tidak jarang suatu keputusan diembel-embeli dengan pembentukan lembaga-negara baru yang berarti: menambah beban anggaran belanja negara, menyimpang-siurkan wewenang, tugas dan peraturan, serta memacetkan Kementerian yang bersangkutan, karena wewenangnya tergeser oleh lembaga negara baru. Padahal garisnya lembaga-lembaga negara harus di-streamline-kan atau disederhanakan yang menurut hitungan kawan Njoto jumlah lembaga negara pusat tidak kurang dari 150, dan ada seorang pejabat yang menjabat sampai 32 jabatan rangkap. Apakah ini bukan skeur? Disamping skeur, jika Rakyat menuntut tanggung-jawab para Menteri tentang adanya skeur itu, maka mereka lari berlindung dibawah kewibawaan Presiden Sukarno dan menyatakan mereka hanya sekedar pembantu saja. Mereka lupa pembantu rumah-tangga bisa saja jika ada barang hilang bisa diperkarakan, apalagi pembantu Presiden.
4. Pimpinan kanan AD berpolitik mengisolasi PKI:
Berdasarkan informasi-infornasi dari kawan DN Aidit yang teliti dalam menerima informasi-informasi dan cukup memiliki saluran sebagai Menko/(Wakil Ketua MPRS pen-) untuk mencek, maka dijelaskan bahwa pimpinan kanan AD berpolitik mengisolasi PKI. Hal tersebut saya benarkan dan yang saya ingat antara lain: dihebohkannya penjelasan kawan DN Aidit mengenai persetujuan PKI terhadap Pancasila. Serba sulit, diam tentang Pancasila dituduh anti, menerima Pancasila dicap sekedar muslihat. Padahal di konstituante, PKI adalah salah satu partai yang gigih membela Pancasila. Lalu dokumen palsu tentang rencana kudeta PKI yang sudah digugat oleh DN Aidit dalam pertemuan partai-partai di Bogor masih saja disiarkan dikalangan AD bahwa dokumen itu betul. Padahal semestinya bersama-sama mencari konseptornya dan bertindak terhadap konseptor itu.
Pada permulaan tahun 1965, Jenderal Yani di depan Resimen Yogya menerangkan bahwa: sebaiknya hanya ada satu partai Pancasila, dan alat penghubung dengan massa yang dapat diandalkan oleh AD adalah SOKSI [Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia],  sehingga adanya SOKSI perlu dipartahankan. Ini berarti bagi saya bahwa perlu dilikuidasinya partai-partai yang ada, terutama PKI dan ormas-ormas PKI harus ditandingi, antara lain Sobsi dihadapi Soksi. Setelah ulang tahun ke-45 PKI sukses, disiarkan dikalangan AD bahwa PKI bukannya menunjukan kekuatannya tetapi sudah menunjukkan gigi untuk bertindak, padahal PKI tidak ada niat untuk itu. Politik Nasakom bersatu yang disetujui oleh PKI diubah menjadi Nasakom jiwaku. Bagi saya, ini berarti, bahwa kalau sudah berjiwa Nasakom, maka tidak perlu lagi adanya Kom, tidak perlu lagi adanya PKI. Padahal Nasakom adalah persatuan dari tiga aliran politik yang hidup di Indonesia. Kemudian penjelasan Jenderal YANI pada tanggal 27 atau 28 Mei di depan rapat para Panglima daerah AD, bahwa Jenderal YANI sendirilah yang membentuk Dewan Jenderal yang bertugas, memberikan penilaian politik. Jadi tidak sebagai badan yang memberikan kenaikan pangkat, sebab untuk itu sudah ada Panitia Jenderal Sudirman sebagai pengganti Panitia Jenderal Gatot.
Menurut kawan DN Aidit, politik Dewan Jenderal berproses kepada penyelesaian formasi Kabinet dan tindakan Kudeta yang diperkirakan [akan dilakukan] pada peringatan Hari Angkatan Perang. Persiapan-persiapan ke arah itu nampak dengan menarik kekuatan politik lainnya untuk diajak mengisolasi PKI, yaitu pertemuan pimpinan AD dengan PNI [Partai Nasionalis Indonesia] pada tanggal 8 Juni 1965 dirumah Saudara Chaerul Saleh. Jika mau menggalang parsatuan semestinya pertermuan semacam itu diadakan juga dengan partai-partai lain termasuk PKI. Hal ini tidak terjadi. Sedangkan terhadap sesama partai marhaenisnya dilakukan politik “biar mati dengan sendirinya”.
Sesudah pertemuan 8 Juni tersebut, oleh SUAD I, tertanggal 12 Juni 1965 diadakan edaran yang pokoknya memperingatkan bahwa yang terjadi di daerah-daerah terutama di Jatim/Jateng bukan [lah] konsultasi Nasakom tetapi konfrontasi Nasakom dan masalah tanah menjadi hangat. Oleh karena itu disimpulkan supaya para pejabat baik sipil maupun militer untuk tidak menggunakan istilah-istilah seperti integrasi dengan Rakyat, sebab penggunaan istilah semacam itu sudah memihak, dan mengawasi pelaksanaan landreform. Dalam praktik ini berarti mengawasi gerakan rakyat, mengawasi PKI dengan ormas-ormasnya, dan bertindak terhadap pelaksanaanlandreform terbatas bertindak terhadap BTI dan PKI. Jurusannya tidak bisa lain kecuali pembekuan PKI dengan ormas-ormasnya, yang pernah dialami oleh PKI dengan peristiwa 3-S (Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan).
Kemudian pada permulaan Agustus 1965 ada keputusan KOTI kalau tidak keliru no. 86 yang mengatur pembatasan lebih ketat lagi kebebasan demokratis dengan alasan untuk pengamanan rencana ekonomi KOTU, yang kolonial ialah melulu mendasarkan kepada export-drive. Semua penjelasan kawan DN Aidit saya benarkan, sebab saya berpendapat untuk menjamin berlangsungnya kekuasaan militer harus dilakukan pembatasan hak-hak demokrasi dan dilakukan politik mengisolasi PKI sebelum dapat dilikuidasi.
Selamanya PKI berjuang untuk kebebasan demokratis dan menolak kekuasaan militer. Oleh karena itu PKI, selalu berjuang menuntut penghapusan SOB, dan setelah SOB [ter] hapus, [PKI] mensinyalir bahayanya “SOB tanpa SOB”. Sesungguhnya secara hakekat kekuasaan militer itu sudah ada sejak SOB. Walaupun SOB hapus tapi kekuasaan militer tidak berubah posisi, dan dengan gagalnya G-30-S menjadi terealisasi sepenuhnya.
Walaupun secara resmi bukan sebagai partai politik, tetapi hakekatnya AD (Angkatan Darat pen-) adalah partai politik yang politik umumnya ditentukan oleh Seminar AD semacam Kongres partai, antara dua, seminar AD pelaksanaan politiknya dilakukan oleh Komando golongan karya AD semacam Dewan Pimpinan Pleno partai, dan politik praktis sehari-hari dilaksanakan oleh para Menteri AD dalam Kabinet semacam Dewan Harian partai. Malahan pimpinan kanan AD telah menentukan diri sebagai faktor stabilisasi, ini berarti, kekuasaan negara sepenuhnya di tangan kekuasaan militer, de overwinning is kompleet inihanden. Jadi diktator militer yang ditentang oleh G-30-S dan Dewan Revolusi sekarang menjadi kenyataan. Dan meng-ekskomuniskan atau meng-eksklusifkan PKI yang ditentang oleh PKI sekarang menjadi kenyataan. Politik kiri R.I. bermutasi menjadi kanan.
Perwira-perwira maju dipimpin eks Letkol Untung mendahului bertindak untuk mencegah kudeta Dewan Jenderal: Kawan DN Aidit menjelaskan hal tersebut yang saya yakini akan kebenarannya. Sebab Dewan Jenderal saya artikan sebagai potensi politik kanan dari pimpinan AD yang bertujuan untuk berdominasi penuh dalam kekuasaan negara, sebagaimana sekarang menjadi suatu kenyataan, setiap kekuasaan adalah diktatur dan kekuasaan militer adalah diktatur militer. Hal inilah yang mau dicegah oleh perwira-perwira maju dibawah pimpinan ex Letkol Untung yang mau mendahului bertindak. Saya setuju, sebab sejak dulu saya berjuang anti-militerisme. Dan sudah tentu persetujuan saya itu didasarkan kepada perkiraan bahwa segala sesuatunya sudah diperhitungkan dengan baik dan secara militer. Memang ada dalih yang menyatakan bahwa “aanval is de beste verdediging” atau “menyerang adalah pertahanan yang terbaik”. Selain itu suasana pada waktu itu diliputi oleh sakitnya Presiden Sukarno yang serius. Semua anggota pimpinan PKI menjadi prihatin. Dibalik keprihatinan itu sebagai seorang politik harus memikirkan pengamanan atau “safe-steleen” politik kiri Presiden Sukarno. Saya perkirakan, bahwa tindakan perwira-perwira maju itulah yang akan dapat “safe-steleen” politik kiri Presiden Sukarno, apalagi situasi politik pada waktu itu sebagai situasi politik revolusioner, yang berciri;
1. Pemerintah terpaksa menyesuaikan politiknya dengan tuntutan massa Rakyat banyak;
2. Politik Pemerintah ditentukan di pabrik, perkebunan-perkebunan dan desa oleh massa-aksi Rakyat; dan
3. Aksi-aksi Rakyat terus meningkat dalam birofensi revolusioner
Jadi perkiraan saya pada waktu itu tindakan para perwira maju dengan Dewan Revolusionernya yang Nasakom bersama Presiden Sukarno akan menyudahi “steur-leven” dan mengkonsekuensikan Panca Azimat, yaitu:
1. Nasakom (1926)
2. Pancasila (1945)
3. Manipol (1959)
4. Trisakti (1964)
5. Berdikari (1965)
Berdasarkan pokok persoalan tersebut diatas, dan berdasarken tanggapan saya mengenai segenap penjelasan kawan Aidit yang menurut pengalaman saya senantiasa teliti dalam menghitung imbangan kekuatan, maka dasar-dasar itulah merupakan latar belakang saya untuk menyetujui tindakan para perwira maju yang menjurus kepada G-30-S pada akhir bulan September/permulaan 1 Oktober 1965 dalam Pemerintahan dibawah kekuasaan Presiden Sukarno, sebab keyakinan saya ialah, dengan Dewan Revolusi bersama Presiden Sukarno, maka:
PERTAMA: Akan dapat dikonsekuensikan politik anti-imperialis dan anti tuan-tanah terbatas daripada Pemerintah R.I.;
KEDUA: Akan lebih weerbaar dan paraat Rakyat dalam menghadapi kemungkinan agresi imperialis;
KETIGA: Akan dapat dikonsekuensikan pelaksanaan Dekon (Deklarasi Ekonomi pen-) untuk menanggulangi kesulitan ekonomi dengan meritul (memecat pen-) dan men-Nasakom-kan aparatur Finek, serta bertindak terhadap kaum imperialis, 7 setan desa dan 3 setan kota;
KEEMPAT: Akan dapat dicegah adanya diktatur militer, dilakukan penghapusan SOB tanpa SOB, dan diadakan Nasakomisasi disemua bidang;
KELIMA: Akan dapat direalisasi dengan baik Panca Azimat.
Jawaban hendak saya tutup dengan mengemukakan bahwa cukuplah sudah penjelasan saya, dari saya telah bulat dalam perasaan, pikiran dan hati untuk teguh pada pernyataan saya tertanggal 21 Desember 1966.
Sumber: Dokumen Mahmilub Soedisman yang berjudul “Uraian Tanggung Jawab”. Bertanggal:  Jakarta 3 Januari 1967.
read more “G 30 S/ PKI dimata PKI”

Fenomel Langka Gerhana Bulan tanggal 08-Okt-2014

Gerhana Bulan Total Blood Moon 8 Oktober 2014 Berwarna Merah Karena Polusi
Gerhana Bulan Total Blood Moon 8 Oktober 2014 Berwarna Merah Karena Polusi. Di balik keindahan warna gerhana bulan total pada Rabu malam kemarin, ternyata warna kemerahan tersebut bisa dijadikan indikator polusi di sebuah wilayah. Semakin banyak polusi, warna gerhana bulan total juga semakin merah pekat.
Fenomena gerhana bulan total pada 8 Oktober kemarin menarik minat banyak masyarakat. Semua orang dibuat terpukau oleh warna bulan yang memerah, tidak seperti biasanya. Mereka berlomba-lomba ingin mengabadikan kejadian ini. Bahkan ada istilah Blood Moon alias Bulan Darah untuk menggambarkan peristiwa gerhana bulan ini.
Disampaikan oleh pengamat Cecep Nurwendaya, fenomena gerhana bulan total berwarna merah itu justru bisa menjadi indikator hal lain. Gerhana bulan memang terjadi ketika bumi berada di tengah-tengah matahari dan bulan sehingga cahaya matahari tertutup dan terbiaskan oleh bumi. Tetapi, warna merah pada gerhana bulan total itu juga menunjukkan kualitas udara di sebuah wilayah tertentu.
 Selain gerhana bulan total yang dapat teramati mata, ada juga fenomena selenelion yang menarik disimak. Ternyata masih ada satu fenomena langka lagi, yakin munculnya Uranus bersamaan dengan gerhana bulan.
Pemandangan yang akan tampak di langit nanti adalah Bulan yang berwarna merah dengan Uranus yang tampak dengan mata telanjang di sisinya.
Ma’rufin Sudibyo, seorang astronom amatir, mengatakan, tampaknya Uranus bersamaan gerhana adalah fenomena yang jarang terjadi. “Mungkin menjadi momen sepanjang sejarah Uranus bisa terlihat dengan mata tanpa alat,” katanya pada Rabu (1/10/2014). SUMBER
read more “Fenomel Langka Gerhana Bulan tanggal 08-Okt-2014”

Senin, 06 Oktober 2014

SEJARAH ANGKATAN PERANG MODERN MILIK INDONESIA DI MASA PENJAJAHAN

Poster Propaganda KNIL
(Dokumentasi: Istimewa)
Dalam rangka memperingati Hari dibentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang lahir pada 5 Oktober 1945 .  Dan sebelum TNI masih ada kesatuan tentara lain yang merupakan awal dari terciptanya angkatan perang yang modern sekarang ini dimiliki Indonesia. Pasca kemerdekaan, Indonesia memiliki banyak pribumi yang telah menguasai ilmu-ilmu kemiliteran. Contohnya seperti A.H Nasution, Urip Sumaharjo, Gatot Subroto, hingga Panglima Besar Jenderal Sudirman. Secara umum TNI awal diisi oleh eks-anggota tentara KNIL yang di didik pada masa Hindia Belanda. Dan eks-anggota PETA dan HEIHO didikan pendudukan militer Jepang.
Banyaknya pribumi yang memiliki ilmu militer tak lepas juga dari adanya politik etis, yang memperbolehkan pribumi mengenyam pendidikan pada awal abad 2. Termasuk pendidikan militer untuk selanjutnya direkrut dalam dinas ketentaraan. Meskipun awalnya tujuan merekrut pribumi dalam kemiliteran untuk meminimalkan biaya apabila mendatangkan langsung dari eropa, dan sebagai strategi pecah belah Devide et Empra. 
Berikut penulis bahas pendidikan militer pada masa Hindia Belanda, mulai dari sejarah singkat terbentuknya KNIL, cara perekrutan, hingga institusi pendidikan militer. Tulisan ini berdasarkan tugas akhir yang penulis buat dalam bentuk Pape/Makalah dan tentu saja dengan sumber pustaka yang valid.

  1. Sejarah Terbentuknya Koninklijk Nederlansche Indische Leger (KNIL)
Tentara KNIL. (Dokumentasi: didaktika.unj.ac.id)

Keberadaan masyarakat pribumi Indonesia dalam bagian ketentaraan Kerajaan Belanda sebenarnya sudah ada sejak masa VOC. Jika dirunut lebih jauh, bisa dibuktikan dengan munculnya nama-nama seperti Untung Surapati, Kapitan Yonker, Zakarias-Bintang, Aru Palaka, dan lain-lain dalam ekspedisi VOC di Jawa maupun luar Jawa[1]. Sebelum tahun 1830 saat KNIL belum dibentuk dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sedang menghadapi perlawan Pangeran Diponegoro pelibatan pasukan dari unsur pribumi pun semakin terasa. 
Selama Perang Diponegoro berlangsung dari tahun 1825-1830, dikenal lah dengan istilah pasukan Hulptroepen yang berarti pasukan bantuan Belanda. Pasukan ini didapatkan dari Raja-Raja di seluruh Nusantara yang Pro-Belanda dengan cara disewa. Pemerintah Hindia Belanda pernah meminta bantuan pasukan diantaranya dari Raja-Raja berikut; Madura sebanyak 4000 orang, Menado 1280 orang, Buton 700 orang, Tidore 285 orang, Yogyakarta dan Surakarta juga dimintai bantuan tapi tidak diketahui pasti jumlahnya[2].
Meskipun Hindia Belanda menang dalam Perang Diponegoro 1925-1930, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Hindia Belanda menerima kerugian yang amat besar. Menghabiskan banyak biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Dalam perang itu Hindia Belanda masih menggunakan tentara Kerajaan Belanda yang didatangkan dari Eropa. Hal ini menandakan bahwa Hindia Belanda sebenarnya tidak siap bila secara tiba-tiba harus menghadapi perlawanan lokal. Bila tidak dibantu dengan Hulptroepen dan tipu muslihat Hindia Belanda kepada Pangeran Diponegoro, mungkin sejarahnya akan berbeda. Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu Van Den Bosch terinsyafi dan sadar perlunya dibentuk sebuah pasukan baru di Hindia Belanda yang lebih modern, terorganisir, dan terstruktur. Lagipula mendatangkan pasukan Belanda langsung dari Eropa butuh biaya yang sangat besar.
Pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal Van Den Bosch mengeluarkanAlgemen Orders voor het Nederlandschr Oost Indische Leger, sebuah keputusan yang menegaskan pembentukan sebuah tentara baru di Hindia Belanda[3]. Dari tahun 1830 tentara Hindia Belanda ini masih dinamai Oos Indische Leger, kemudian atas saran Raja Willem I tentara ini diberi status sebagaiKoninklijk Leger atau tentara kerajaan pada tahun 1836. Sehingga nama tentara tersebut berubah menjadi Koninklijk Nederlandsche Indische Leger (KNIL).
Komando Tertinggi Tentara Hindia Belanda (KNIL) dipegang oleh Gubernur Jenderal. Dibawahnya dipimpin oleh seorang Komandan Angkatan Darat sebagai Kepala Departemen Peperangan. Selain itu KNIL juga memiliki beberapa Dinas seperti Hoofdbereau & Dienst (Kantor Pusat dan Biro), Kavaleri, Zeni, Artileri, Infanteri, Jawatan Penerbangan, Bagian Intendan,Dienstplicht (kantor urusan personel cadangan), Kedokteran Hewan Militer, Administrasi Umum, Militarie Geneeskundigen Dienst (Dinas Kesehatan Militer), Topographischen (Dinas Topografi), dan masih dilengkapi pula dengan biro penarangan dan sejarah KNIL[4].


2.  Komposisi dan Perekrutan Tentara KNIL


Poster rekrutmen KNIL. (Dokumentasi Istimewa)

Tidak jauh berbeda dengan politik pemerintahan Hindia Belanda yang menerapkan Devide et Empera atau sering dikenal politik pecah belah, dalam tubuh KNIL juga demikian. Dalam ketentaraan KNIL yang merupakan multiras tergabung berbagai etnik, yang sistem pengelompokkannya bersifat kolonialistis dan diskriminatif[5]. Meskipun pribumi diperbolehkan menjadi tentara KNIL, tapi tentu saja tidak ada prioritas pribumi menduduki jabatan Bintara dan Perwira. Setelah perang Diponegoro, Golongan Eropa memiliki 307 perwira dengan 5699 bintara dan prajurit sedangkan Golongan Pribumi hanya 37 Perwira dan 7.206 bintara dan prajurit[6]. Diketahui pula dalam tubuh KNIL terdapat serdadu berkebangsaan lain (Non Belanda/Hindia Belanda/Non Pribumi), yakni yang didatangkan dari Ghana dan beberapa negara-negara Eropa.
Diskriminasi dalam tubuh KNIL sengaja diciptakan oleh Hindia Belanda. Yang menarik, gaji atau bayaran yang diterima tentara KNIL bukanlah berdasarkan kepangkatan atau keahlian, namun berdasarkan kesetiaan dan loyalitas kepada Hindia Belanda dan tentunya dengan Kerajaan Belanda sendiri. Jumlah pribumi dalam kedinasan di KNIL sebanyak 71% dari total 33.000 personel kekuatan Tentara Hindia Belanda tersebut. Beberapa suku pribumi yang jumlahnya hingga ribuan, yangbergabung dalam tubuh KNIL adalah Jawa, Ambon, dan Manado. Serdadu Jawa menyumbang bagian terbesar hingga 13.000 orang. Diskriminasi terlihat dari sistem pengupaha. Dengan urutan sebagai berikut dari tertinggi hingga ke paling rendah; Tentara Golongan Eropa, Ambon, Manado, Jawa.
Orang-orang Ambon dan Manado mendapatkan fasilitas lebih di KNIL. Contohnya apabila orang Ambon mendapat medali atau bintang jasa, maka ia akan mendapatkan uang tambahan sebesar 10.19 Gulden, sedangkan orang dari Jawa (termasuk Sunda) hanya 6.39 Gulden[7]. Contoh lain juga dalam hal fasilitas seperti uang saki, makanan, bantuan kesehatan, dan fasilitas diatas kapal/kendaraa. orang Ambon dan Manado akan duduk dan mendapatkan fasilitas kelas satu, sementara orang Jawa harus puas di kelas ekonomi saja. Bahkan, sebelum tahun 1905 orang-orang Jawa di KNIL tidak diberikan sepatu.
Terdapat 4 cara perekrutan tentara KNIL. Pertama, direkrut langsung dan didatangkan dari Eropa dan wilayah koloni Belanda. Kedua, mendaftarkan diri. Ketiga, mengambil pemuda-pemuda di desa yang bekerja sama dengan kepala desa atau lurah setempat. Keempat, meminjam bantuan prajurit dari Raja-Raja lokal. Adapun pasukan bantuan yang diambil dari raja-raja lokal ini contohnya seperi Legiun Mangkunegaran dan Barisan Madura. Bahkan Legiun Mangkunegaran diketahui ikut dalam ekspedisi menaklukkan Aceh[8]. Mereka akan diterjunkan dalam peperangan yang besar bersama prajurit KNIL regular lainnya, namun  justru Raja lokal tersebutlah yang berkewajiban membayar gaji pasukan yang biasa disebut pasukan keraton itu[9].


3. Institusi Pendidikan Militer Masa Hindia Belanda

Unit Infanteri KNIL (Dokumentasi: kaskus.co.id)

a.      Langverband School dan Kortverband School
Untuk dapat diterima sebagai tentara KNIL non-perwira, tersedia dua jenis yang dibedakan berdasarkan lama ikatan dinas. YakniLangverband yang artinya ikatan dinas panjang, dan Kortverbandatau ikatan dinas pendek.
Untuk dapat diterima di Langverband, ialah mereka yang dari kelas tiga sekolah dasar, malahan ada juga yang sama sekali belum sekolah. Pelatihan dan pendidikannya diadakan di Depo Purworejo. Mereka yang lulus mendapatkan pangkat sebagai Sparndig (Prajurit). Dari Langverband bisa masuk atau akan ditempatkan pada unit-unit Batalyon KNIL di seluruh Indonesia. Namun meskipun begitu paling tidak baru 10 tahun bisa menjadi Kopral. Dan apabila sudah menjadi Kopral selama 5 tahun barulah bisa ujian lagi untuk menjadi Sersan.[10]
Sementara itu Kortverband minimal harus lulusan HIS. Pendidikan dan pelatihannya di Gombong, Kebumen, selama 3 tahun. LulusanKortverband juga tak ubahnya seperti Langverband yang akan mendapatkan pangkat Prajurit dan masuk Batalyon apabila telah selesai menempuh pendidikan. Bedanya, lulusan Kortverband bisa langsung terus mengikuti Kader School untuk menjadi kopral[11].
b.      Inlandsche Officieren School (IOS)
Selain sekolah militer untuk mencetak para Prajurit dan Bintara, Pemerintah Hindia Belanda juga menyediakan sekolah untuk mencetak para Perwira Militer KNIL. Pada tahun 1852 dibukalah Sekolah Perwira Militer atau Indlandsche Officieren School di Meester Cornelis. Meester Cornelis ialah wilayah Jatinegara Jakarta saat ini.
            Sama seperti sekolah Hindia Belanda lainnya, prioritas pertama untuk sekolah perwira ini ialah untuk orang Belanda atau Indo-Belanda. Namun pribumi juga diperbolehkan asal mampu mengikuti seleksi. Dan tentunya karena ini adalah sekolah perwira, maka sebagian besar pribumi yang mendaftar berasal dari golongan ningrat/elite. Sebab agar dapat diterima menjadi calon kadet sekolah perwira ini, harus memiliki ijazah minimal MULO dan dikemudian hari ditingkatan menjadi AMS dan HBS minimal III tahun.
Lama pendidikan sekolah ini selama tiga tahun, dan apabila lulus akan mendapatkan pangkat Letnan II. Namun kedudukannya tetap lebih rendah dengan yang lulusan dari Koninklijk Militarie Academie (KMA) Breda, meskipun sama-sama Letnan II. Disinilah diskriminasi terjadi antara golongan eropa dan pribumi. Agar bisa disamakan dengan lulusan KMA, diadakan kursus lanjutan perwira di Batavia yang bisa diikuti setelah 2 tahun lulus dari Inlandsche Officieren School[12].
c.       Koninklijk Militarie Academie
Lahirnya Akademi Militer Kerajaan atau Koninklijk Militarie Academie (KMA)  di Hindia Belanda, sebenarnya tidak pernah direncanakan sebelumnya. Jika bukan karena Perang Dunia II KMA tidak akan pernah berdiri di Hindia Belanda. KMA merupakan akademi militer milik kerajaan yang terletak di Breda, Belanda. Tercatat ada 21 Pribumi yang berhasil sekolah di KMA Breda diantaranya mantan KSAU Suryadarma.
Koninklijk Militarie Academie (KMA) didirikan di Bandung pada 1 Oktober 1940. KMA Bandung sejatinya merupakan kelanjutan dari KMA Breda yang harus tutup karena Negeri Belanda sedang diduki Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Sama seperti sekolah-sekolah Hindia Belanda, KMA juga memiliki sistem konkordansi. Yakni memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaiannya dengan keadaan di Indonesia[13].
Didudukinya Negeri Belanda di Jerman membuat kesempatan belajar rakyat Indonesia semakin luas, sebab saat itu Hindia Belanda sedang mencari simpati dari rakyat. Untuk itu di KMA dibukalah program pendidikan perwira cadangan atau Corps Opleiding tot Reserve Offisieren (CORO). CORO dan KMA sebenarnya adalah dua program pendidikan yang berbeda. Kadet CORO belum tentu juga berarti kadet KMA. Karena bersifat perwira cadangan, maka kadet CORO hanya menerima pendidikan selama 9 bulan. Tapi dengan CORO inilah bisa menjadi batu loncatan agar diterima di KMA.
Meskipun begitu masuk CORO tidaklah mudah, hanya yang berijazah AMS atau HBS saja yang bisa diterima di CORO. Proses seleksi saja dilakukan secara ketat 2-3 bulan. Jika diterima kadet CORO akan mendapat pangkat Brigradir dan baru akan mengikuti pendidikan selama 9 bulan, pada tahap ini disebut tingkat pertama. Pada tingkat kedua diadakan seleksi lagi yang terpilih menjadi bintara-bintara militer atau Sersan. Tahap ketiga dilakukan seleksi lagi untuk memilih siapa yang terpilih untuk melanjutkan pendidikan menjadi kadet di KMA dan akan langsung duduk tingkat kedua/tahun kedua[14]. Yang tidak terpilih selebihnya menjadi pembantu letnan perwira. Setelah di KMA mereka akan menjalani pendidikan selama 2 tahun. Bila berhasil lulus akan dipromosikan menjadi calon perwira atau pembantu letnan.
Menurut TB Simatupang dalam Petrik Matanasi, pelajaran yang diberikan di KMA sama dengan daftar pelajaran di negeri Belanda, tentunya seluruhnya menggunakan Bahasa Belanda. Yang dipelajari antara lain pokok-pokok ilmu perang, strategi, taktik, dan juga pelajaran tentang pokok-pokok tugas tentara Belanda di Indonesia[15].
Lalu bagaimana bila mendaftar langsung ke KMA tanpa mengikuti CORO terlebih dahulu? Untuk dapat diterima di KMA, calon kadet harus memiliki kualifikasi pendidikan yang lumayan tinggi. Yakni lulusan HBS, AMS. Juga menerima dari lulusan Hogare Kweek School atau sekolah guru dan Middlebare Opleiding School voor Indlandsche School (MOSVIA) yakni sekolah menengah calon pegawai pangreh praja. Syarat usia dibatasi maksimal 20 tahun. Materi seleksi masuk sangat berat. Lama pendidikan yang ditetapkan adalah 3 tahun. Namun ini hanya perencanaan, sebab pada 1942 Jepang nyatanya telah berhasil menggantikan Hindia Belanda di Indonesia.
Menjadi anggota tentara KNIL ialah sebuah kebanggan tersendiri bagi seseorang, terlebih apabila dia berhasil menjadi Perwira. Gajinya juga terbilang lumayan. TB Simatupang menjelaskan, bahwa keinginannya masuk dalam kemiliteran KNIL dan menjadi perwira adalah jawaban untuk menepis anggapan gurunya dahulu saat di AMS. Sang guru menyebutkan orang Indonesia tidak bisa berperang dan anggapan Indonesia tidak akan pernah merdeka karena tidak mampu membangun angkatan perang yang baik dan menjaga persatuan[16].
d.      Sekolah atau Institusi Pendidikan Militer dan Kepolisian Lain
Selain Langverband dan Kortverband, serta IOS dan KMA. Juga ada program pendidikan Wajib Militer Belanda yang dinamakanNederlanndsche Militaire Militie atau Milisi Tentara Belanda. Lama pendidikan selama enam bulan dan dilakukan di Magetan Jawa Timur. Pengadaan program wajib militer ini dilakukan saat Perang Asia Pasifik yang merupakan bagian dari Perang Dunia II sudah dekat, yakni pada tahun 1941-1942. Lulusan dari Wajib Militer ini akan ditempatkan untuk mempertahankan objek-objek vital dan pemerintahan Hindia Belanda[17].
Keseriusan Pemerintah Hindia Belanda dalam mempertahankan Nusantara terutama dari ancaman dalam negeri, tidak hanya ditanggapi dengan membentuk dan melatih orang-orang pribumi dalam berbagai program atau sekolah militer. Namun juga dengan pembentukan Sekolah Kepolisian. Polisi Hindia Belanda meskipun dibawah Departemen Dalam Negeri, tapi tergadang juga diikutsertakan dalam pemadaman pemberontakan namun dalam skala kecil di perkotaan. Selain itu instruktur dan kepala kepolisian juga tidak sedikit diambil dari eks-KNIL.
Sekolah Kepolisian atau Politie School. Sekolah kepolisian dibentuk pada tahun 1914 di Weltevreden (Jatibaru, Jakarta) dengan tujuan awal sebenarnya untuk menyelenggarakan kursus dua tahun bagi calon komisaris polisi yang akan ditempatkan di kepolian kota yang baru dibentuk di Surabaya, Semarang, dan Batavia[18]. Untuk polisi-polisi dengan pangkat rendahan biasanya dilatih di kota atau Gubernemen masing-masing. Pada tahun 1915 sekolah ini mulai menyelenggarakan kursus setahun untuk calon pengawas polisi politieopziener. Pada tahun 1919 sekolah ini mulai menerima siswa untuk semua tingkat kepangkatan kepolisian. Hal ini karena melihat ekspektasi semakin banyaknya minat mendaftar ke kepolisian. Pada akhir tahun 1920 sekolah pindah ke Buitenzorg (Bogor).
Corak dualism pendidikan Belanda kembali terulang di Sekolah Kepolisian, pada 1922 sekolah tersebut dipisah menjadi dua bagian. Bagian pertama yakni dimaksud untuk menyediakan personel perwira menengah hingga pangkat paling bawah, seperti agen polisi, komandan pos jaga, kepala polisi, dan mantra polisi. Sedangkan bagian kedua dikhususkan untuk golongan eropa untuk mencetak perwira menengah dan perwira tinggi dengan jabatan komisaris dan polisi pengawas. Pada 1925 sekolah kepolisian untuk sekali lagi pindah ke Sukabumi[19].
Agar bisa diterima di sekolah kepolisian, seorang pribumi harus memiliki ijasah HIS atau ELS untuk polisi non perwira. Tinggi minimal 1, 58 meter dan berusia minimal 21 tahun. Untuk perwira syaratnya lebih berat, minimal mereka harus memiliki ijazah AMS atau HBS. Pelajaran yang diberikan antara lain mengenai hukum, geografi, bahasa dan etnografi, mata pelajaran populer seperti sejarah dan teknik. Tak lupa pula diberikan pelajaran semi militer seperti latihan menembak dan persenjataan, termasuk pelajara mengenai instruksi dan komando. Hal ini semakin jelas bahwa Polisi Hindia Belanda memang dipersiapkan sebagai lapis kedua dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara[20].
Masih ada satu sekolah lagi, bahkan setingkat perguruan tinggi yang dibuka oleh Hindia Belanda menjelang masuknya Jepang pada 1942. Pada 2 Desember 1940 Jenderal Ter Poorten meresmikanHogare Krijgsschool (HKS) atau perguruan tinggi kemiliteran di Bandung. Latar belakang dibukanya HKS di Bandung sama seperti saudaranya, KMA. Yakni karena Negeri Belanda sedang diduki Nazi Jerman. HKS sebelumnya berada di Den Haag Belanda dan harus dipindahkan ke Hindia Belanda[21].

Sumber Pustaka:

[1] Supriya Priyanto, Sejarah Militer. Semarang, Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UNDIP, 1994, hlm. 13
[2] Petrik Matanasi, KNIL Bom Waktu Peninggalan Belanda. Yogyakarta,Media Pressindo, 2007, hlm. 11
[3] Supriya, op.cit. hlm. 13.
[4] Petrik, op.cit. hlm. 19
[5] Supriya, loc. cit.
[6] Petrik, loc. cit. hlm. 21
[7] Ibid. hlm. 27.
[8] Iwan Santosa. Legiun Mangkunegaran 1808-1942: Tentara Jawa Perancis Warisan Napoleon Bonaparte. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2011, Hlm 341.
[9] Loc.cit. hlm. 22.
[10] Ibid., hlm. 103
[11] Ibid.,
[12] Ibid., hlm. 66
[13] Nasution. Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 1994. Hlm. 145.
[14] op. cit. hlm. 92
[15] Ibid., op. cit. hlm. 94
[16] Profil Let. Jen. (Purn) TB. Simatupang. Di download dariwww.sejarahtni.org tanggal 11 Juni 2014
[17] Op. cit. Hlm. 101-102
[18] Marieke Bloembergen. Polisi Zaman Hindia Belanda. Jakarta: Kompas Gramedia, 2009, Hlm. 256
[19] Ibid.
[20] Ibid., hlm. 259-260, dan 264.
[21] Op. cit. hlm. 100.



Unit Kavaleri KNIL (Dokumentasi Istimewa)
SUMBER
read more “SEJARAH ANGKATAN PERANG MODERN MILIK INDONESIA DI MASA PENJAJAHAN”

shAre

Entri Populer