(Ir. PM. Noor, salah seorang penggagas aksi terjun payung di kalimantan)
Tidak banyak yang mengetahui bahwa pada bulan oktober 1947, terjadi peristiwa penting yang turut pula mewarnai sejarah Kesultanan Bulungan, yaitu aksi yang sangat berani yang dilakukan oleh Tentara Republik Indonesia menembus blocakade pemerintah Colonial Belanda dan menyusupkan intelejennya bahkan hingga masuk ke jantung Kesultanan Bulungan, Tanjung Selor.
Kondisi politik di Kalimantan yang tidak jelas akibat minimnya informasi yang diperoleh akhirnya membuat Republik Indonesia segera berekasi untuk melakukan aksi spionase berupa penyusupan atau infiltrasi tentara melalui operasi terjun payung ke pedalaman dan operasi menembus blokade Belanda di Kalimantan timur bagian utara, penggagas utama dari operasi penerjunan payung pertama R.I. kepedalaman Kalimantan ini adalah Ir. P.M. Noor, Gubernur pertama kalimantan.
Beliau menulis surat kepada Kepala Staff Angkatan Udara (KASAU) Republik Indonesia Suryadharma, berupa permohonan menindak lanjuti rencana yang sudah di bicarakan pada saat keduanya secara tidak sengaja berada dalam satu kereta api yang sama untuk menuju ke Jakarta pada saat itu. Isi surat yang di kirim oleh Ir. P.M. Noor kepada Suryadharma sebagai berikut:
(Dakota Sky Train, banyak jasanya untuk bangsa dan negara)
“…Untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik Indonesia, maka disamping usaha-usaha lain yang kini di jalankan, maka dipandang perlu memulai pasukan payung, mengirim pemuda-pemuda yang berasal kalimantan ke kalimantan”.
Dalam waktu singkat Gubernur Kalimantan menerima jawaban dari Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia Suryadharma. Akhirnya diambil keputusan untuk sesegera mungkin membentuk suatu Staff Khusus untuk pasukan Payung Republik Indonesia yang taktis di bawah Komando Panglima Angkatan Udara, peralatan disediakan olah Angkatan Darat dan Gubernur Kalimantan.
Sebagai catatan, sebelum menjabat sebagai KASAU, pada masa mudanya, Suryadaharma pernah ditugaskan dalam sebuah Operasi Militer di Borneo Timur waktu itu beliau masih menjabat sebagai perwira pengamat (observer) diatas pesawat yang dipiloti J. H. Lukkien pada saat Tarakan diduduki tentara Jepang Tahun 1942, itulah nampaknya membuat Suryadharma cukup mengenal Borneo Timur sehingga operasi penerjunan pasukan payung di belantara Kalimantan Tengah dan penyusupan pasukan keperbatasan Kalimantan Timur Bagian utara dapat dilaksanakan.
Akhirnya ditunjuklah sebagai pelatih Opsir Udara I Sudjono dan dibantu beberapa rekannya antara lain Mayor Udara Siswadi dan Kopral Udara Mat Yasir. peserta yang ikut dalam persiapan penerjunan ini berjumlah 72 orang, 60 orang berasal dari seluruh Kalimantan dan sisanya 12 orang berasal dari Jawa, Madura dan Sulawesi. Semuanya berasal dari kesatuan MN (MUHAMMAD NOOR)1001.
(Bettle Proven, tahan dalam segala jenis medan)
Pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 1947, sebuah pesawat Dakota C-47 Skytrain RI-002 yang memuat rombongan pejuang Republik Indonesia melakukan misi menembus Blokade Belanda dan memasuki Kalimantan Timur bagian Utara. Pesawat ini berangkat dari Lapangan Udara Meguwo (sekarang Adisucipto) Jogjakarta dan dikemudikan oleh seorang Kapten pilot berkebangsaan Amerika yang menaruh simpati pada perjuangan bangsa indonesia pada saat itu, pilot tersebut bernama Robert Bob Earl Freeberg, sedang yang bertindak sebagai Co pilotnya adalah Opsir Muda Udara III Makmur Suhondo, sebagai mantan penerbang pesawat pengebom privateer-Versi AL-AS B 24 Liberator pada perang dunia ke-II, bukan hal yang sulit bagi Bob untuk menembus blokade Belanda, bahkan sehari sebelumnya tanggal 17 Oktober 1947, Bob juga berhasil menerjunkan pasukan pertama Republik Indonesia ke pedalaman Kalimantan Tengah.
Pada pukul 07.30 pesawatpun tiba di Labuan, British North Borneo (Kalimantan Utara wilayah Kekuasan Inggris) untuk refuelling (pengisian bahan bakar), setelah itu pesawat melanjutkan penerbangan ke Manila dan mendarat di Bandar Udara Makati Rizal, Manila pada pukul 14.30 waktu setempat. Karena pada waktu itu Indonesia dan Filipina belum memiliki hubungan diplomatik, dan rombongan juga tidak memiliki Entry Visa, maka mereka akhirnya di tahan di immigration Camp Grace Park, Rizal Extention, Manila selama 4 hari 3 malam. Setelah pengurusan visa dianggap selesai, rombonganpun akhirnya meninggalkan immigration Camp Grace Park dan kemudian menempati rumah yang telah disiapkan oleh Moeharto dalam perjalanan yang pertama ke Manila di 3, Cuneta Rizal City, Pasay, Manila dan di 1499 F.B. Harrison Street.
Secara keseluruhan rombongan ini berjumlah 12 orang yang di pimpin oleh Moeharto dengan anggota Soeharnoko Harbani, Soenaryo, Bambang Saptoadji, Boedihardjo, Moelyono, Soetardjo Sigit, Brenthel Soesilo, Marjunani, Soedarsono, Dhomber, Moelyono Adikusuma, Ir. Dalam operasi ini, Dhomber yang merupakan putra asli kalimantan dari kesatuan M.N. 1001 yang pada saat itu dibawah komando Mayor Tjilik Riwut, di tugaskan secara khusus memandu rombongan untuk memasuki wilayah Kalimantan Timur yang di kuasai oleh NICA dan membangun jaringan mata-mata sekaligus mengorganisasikan gerakan gerilyawan di kalimantan.
(RI, 002, syimbol keberanian para penerjun payung Indonesia)
Khususnya di Kalimantan Timur, wilayah kesultanan Bulungan yang berbatasan langsung dengan Sabah (British North Borneo) dan dengan Filipina selatan, sekitar Kepulauan Sulu dan Mindanao memang sangat strategis, terbukti kawasan ini pernah digunakan oleh Sekutu untuk membangun jaringan mata-mata sebagai persiapan untuk merebut pulau Tarakan dari tentara Jepang sekitar tahun 1943 yaitu dalam Operasi Pyiton dan Operasi Squirrel pada bulan April tahun 1944.
Setelah seluruh persiapan dianggap beres, maka dengan menumpang kapal milik perusahaan De La Rama Shipping Company, MV Northen hawker, Dhomber bersama Moelyono Adikusuma berlayar menuju Kalimantan Timur yang pada saat itu diduduki oleh NICA termasuk didalamnya Kesultanan Bulungan. Route perjalanan yang dilalui, dari Manila menuju Cebu City terus menuju Bais Dumaguete (Negros Occ) dilanjutkan ke Zamboanga lalu menuju Cotabato dan dilanjutkan ke Jolo.
Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran dilanjutkan menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan). Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Pada saat itu sedang diadakan perayaan Birau yang dilaksanakan oleh sultan Bulungan yang ke-10, Sultan Djalaluddin.
(keberanian yang layak untuk dikenang)
Rupanya nasib mereka sedang mujur, karena kesibukan menyambut perayaan, maka kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dinas intel NICA. Dalam berkomonikasi Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu, selain itu Dhomber juga merubah namanya Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui dinas Intelejen NICA, hal itu terbukti pada saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikanya. Setatus sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao, dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Sekaligus merintis kontak dengan para pejuang dikalimantan Selatan dan Dayak Besar.
Selain itu mereka juga mengumpulkan data-data yang dianggap penting diantaranya tentang kesiap siagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi Politik, Sosial, dan Budaya.
Aktivitas Intelejen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, Khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, terekam dalam surat yang di Tulis oleh Dhomber kepada S. Iduary yang di tujukan kepada kepada Komandan Pasukan M.N. 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Jogjakarta. Isi suratnya merupakan laporan hasil perjalanannya dari tanggal 18 Oktober 1947 hingga tanggal 15 Nopember 1947. selain itu itu surat ini juga memuat beberapa usulan-usuan. untuk lebih jelasnya di sini ada beberapa kutipan dari surat / laporan tersebut:
Rizal City, Nov 18th, 1947.
Kepada
Jth. PT. Majoor Tjilik Riwoet
Komandan Pas MN 1001 Mobiele
Brigade markas Besar Tentara.
Merdeka,
Bersama ini saya laporkan hasil perjalanan saya …
3. Oleh karena dalam bulan-bulan yang akan datang ini saya sudah berada di kepulauan Tawi-Tawi, Bulungan, Tarakan dan mungkin pula sampai ke Balikpapan dan Samarinda maka dengan sendirinya saya memerlukan tenaga-tenaga perang yang dapat dipercaya dan secita-cita dengan kita. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka saya usulkan kepada P.T. supaya sedapat mungkin mengirimkan anak-anak kita ke daerah-daerah Bulungan, Tarakan, Nunukan, Tanjung Redeb, Tanjung Selor, … (tidak terbaca, ns).
Di perbatasan Borneo antara inggris dan Borneo … (tidak terbaca, ns) Bilamana mungkin pula menyampaikan kepada pasukan Iskandar tentang kedudukan saya dan sebaliknya bila ada … (tidak terbaca, ns) untuk menyampaikan kepada saya kedudukan pas iskandar.
… 6. Oleh karena belum memiliki satu rencana yang pasti dalam soal Ekonomi ini, maka sekiranya P.T. mengirim anak-anak seperti usul saya dalam pasal 3 hendaklah mempunyai bekal yang agak mencukupi terutama bahan-bahan makanan. Tetapi kelak setelah saya berada sendiri di lingkungan daerah-daaerah di Borneo Timur saya bermaksud membentuk suatu formasi perdangan dan perhubungan untuk melebarkan gerakan-gerakan ke seluruh Borneo. Maka perlu sekali P.T. memerintahkan kepada kepada seluruh markas-markas daerah supaya kalau dapat mengadakan hubungan dengan saya. Sebaliknya apabila saya bisa mengusahakan perlengkapan untuk mereka karena sebenarnya soal alat-alat disini tidaklah sukar bilamana kita mempunyai wang untuk membelinya.
7. soalnya sekarang bagaimana kita bisa mendapatkan alat-alat itu sebelum kita mempunyai bisa mempunyai wang agar dengan alat-alat itu kita bisa mempunyai kekuatan dan membangkitkan kepercayaan rakyat kepada kita. Oleh sebab itu apabila P.T. dapat memerintahkan kepada pas Iskandar untuk sebagian memindahkan gerakannya ke Hulu Mahakam dan ke Long Nawang agar di sana dapat bersatu atau bertemu dengan pas saya. Perhubungan saya dengan jawa mungkin menjadi sukar dan jalan satu-satunya yang baik ialah Selat Makasar dan Laut Jawa.
8. Laporan selesai.
Dibuat di: Rizal City, Nov 15th 1947
Jam: 2.40
Ttd.
(Dhomber S Iduary).
Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari Republik Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda pada saat itu.
Sumber:
Lihat Dra Nila Suseno, Tjilik Riwut berkisah Aksi Kalimantan dalam Tugas Operasional Militer Pertama Pasukan Payung Angkatan Udara Republik Indonesia (Palangka Raya: Pusaka Lima, Oktober 2003).
Tidak banyak yang mengetahui bahwa pada bulan oktober 1947, terjadi peristiwa penting yang turut pula mewarnai sejarah Kesultanan Bulungan, yaitu aksi yang sangat berani yang dilakukan oleh Tentara Republik Indonesia menembus blocakade pemerintah Colonial Belanda dan menyusupkan intelejennya bahkan hingga masuk ke jantung Kesultanan Bulungan, Tanjung Selor.
Kondisi politik di Kalimantan yang tidak jelas akibat minimnya informasi yang diperoleh akhirnya membuat Republik Indonesia segera berekasi untuk melakukan aksi spionase berupa penyusupan atau infiltrasi tentara melalui operasi terjun payung ke pedalaman dan operasi menembus blokade Belanda di Kalimantan timur bagian utara, penggagas utama dari operasi penerjunan payung pertama R.I. kepedalaman Kalimantan ini adalah Ir. P.M. Noor, Gubernur pertama kalimantan.
Beliau menulis surat kepada Kepala Staff Angkatan Udara (KASAU) Republik Indonesia Suryadharma, berupa permohonan menindak lanjuti rencana yang sudah di bicarakan pada saat keduanya secara tidak sengaja berada dalam satu kereta api yang sama untuk menuju ke Jakarta pada saat itu. Isi surat yang di kirim oleh Ir. P.M. Noor kepada Suryadharma sebagai berikut:
(Dakota Sky Train, banyak jasanya untuk bangsa dan negara)
“…Untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik Indonesia, maka disamping usaha-usaha lain yang kini di jalankan, maka dipandang perlu memulai pasukan payung, mengirim pemuda-pemuda yang berasal kalimantan ke kalimantan”.
Dalam waktu singkat Gubernur Kalimantan menerima jawaban dari Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia Suryadharma. Akhirnya diambil keputusan untuk sesegera mungkin membentuk suatu Staff Khusus untuk pasukan Payung Republik Indonesia yang taktis di bawah Komando Panglima Angkatan Udara, peralatan disediakan olah Angkatan Darat dan Gubernur Kalimantan.
Sebagai catatan, sebelum menjabat sebagai KASAU, pada masa mudanya, Suryadaharma pernah ditugaskan dalam sebuah Operasi Militer di Borneo Timur waktu itu beliau masih menjabat sebagai perwira pengamat (observer) diatas pesawat yang dipiloti J. H. Lukkien pada saat Tarakan diduduki tentara Jepang Tahun 1942, itulah nampaknya membuat Suryadharma cukup mengenal Borneo Timur sehingga operasi penerjunan pasukan payung di belantara Kalimantan Tengah dan penyusupan pasukan keperbatasan Kalimantan Timur Bagian utara dapat dilaksanakan.
Akhirnya ditunjuklah sebagai pelatih Opsir Udara I Sudjono dan dibantu beberapa rekannya antara lain Mayor Udara Siswadi dan Kopral Udara Mat Yasir. peserta yang ikut dalam persiapan penerjunan ini berjumlah 72 orang, 60 orang berasal dari seluruh Kalimantan dan sisanya 12 orang berasal dari Jawa, Madura dan Sulawesi. Semuanya berasal dari kesatuan MN (MUHAMMAD NOOR)1001.
(Bettle Proven, tahan dalam segala jenis medan)
Pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 1947, sebuah pesawat Dakota C-47 Skytrain RI-002 yang memuat rombongan pejuang Republik Indonesia melakukan misi menembus Blokade Belanda dan memasuki Kalimantan Timur bagian Utara. Pesawat ini berangkat dari Lapangan Udara Meguwo (sekarang Adisucipto) Jogjakarta dan dikemudikan oleh seorang Kapten pilot berkebangsaan Amerika yang menaruh simpati pada perjuangan bangsa indonesia pada saat itu, pilot tersebut bernama Robert Bob Earl Freeberg, sedang yang bertindak sebagai Co pilotnya adalah Opsir Muda Udara III Makmur Suhondo, sebagai mantan penerbang pesawat pengebom privateer-Versi AL-AS B 24 Liberator pada perang dunia ke-II, bukan hal yang sulit bagi Bob untuk menembus blokade Belanda, bahkan sehari sebelumnya tanggal 17 Oktober 1947, Bob juga berhasil menerjunkan pasukan pertama Republik Indonesia ke pedalaman Kalimantan Tengah.
Pada pukul 07.30 pesawatpun tiba di Labuan, British North Borneo (Kalimantan Utara wilayah Kekuasan Inggris) untuk refuelling (pengisian bahan bakar), setelah itu pesawat melanjutkan penerbangan ke Manila dan mendarat di Bandar Udara Makati Rizal, Manila pada pukul 14.30 waktu setempat. Karena pada waktu itu Indonesia dan Filipina belum memiliki hubungan diplomatik, dan rombongan juga tidak memiliki Entry Visa, maka mereka akhirnya di tahan di immigration Camp Grace Park, Rizal Extention, Manila selama 4 hari 3 malam. Setelah pengurusan visa dianggap selesai, rombonganpun akhirnya meninggalkan immigration Camp Grace Park dan kemudian menempati rumah yang telah disiapkan oleh Moeharto dalam perjalanan yang pertama ke Manila di 3, Cuneta Rizal City, Pasay, Manila dan di 1499 F.B. Harrison Street.
Secara keseluruhan rombongan ini berjumlah 12 orang yang di pimpin oleh Moeharto dengan anggota Soeharnoko Harbani, Soenaryo, Bambang Saptoadji, Boedihardjo, Moelyono, Soetardjo Sigit, Brenthel Soesilo, Marjunani, Soedarsono, Dhomber, Moelyono Adikusuma, Ir. Dalam operasi ini, Dhomber yang merupakan putra asli kalimantan dari kesatuan M.N. 1001 yang pada saat itu dibawah komando Mayor Tjilik Riwut, di tugaskan secara khusus memandu rombongan untuk memasuki wilayah Kalimantan Timur yang di kuasai oleh NICA dan membangun jaringan mata-mata sekaligus mengorganisasikan gerakan gerilyawan di kalimantan.
(RI, 002, syimbol keberanian para penerjun payung Indonesia)
Khususnya di Kalimantan Timur, wilayah kesultanan Bulungan yang berbatasan langsung dengan Sabah (British North Borneo) dan dengan Filipina selatan, sekitar Kepulauan Sulu dan Mindanao memang sangat strategis, terbukti kawasan ini pernah digunakan oleh Sekutu untuk membangun jaringan mata-mata sebagai persiapan untuk merebut pulau Tarakan dari tentara Jepang sekitar tahun 1943 yaitu dalam Operasi Pyiton dan Operasi Squirrel pada bulan April tahun 1944.
Setelah seluruh persiapan dianggap beres, maka dengan menumpang kapal milik perusahaan De La Rama Shipping Company, MV Northen hawker, Dhomber bersama Moelyono Adikusuma berlayar menuju Kalimantan Timur yang pada saat itu diduduki oleh NICA termasuk didalamnya Kesultanan Bulungan. Route perjalanan yang dilalui, dari Manila menuju Cebu City terus menuju Bais Dumaguete (Negros Occ) dilanjutkan ke Zamboanga lalu menuju Cotabato dan dilanjutkan ke Jolo.
Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran dilanjutkan menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan). Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Pada saat itu sedang diadakan perayaan Birau yang dilaksanakan oleh sultan Bulungan yang ke-10, Sultan Djalaluddin.
(keberanian yang layak untuk dikenang)
Rupanya nasib mereka sedang mujur, karena kesibukan menyambut perayaan, maka kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dinas intel NICA. Dalam berkomonikasi Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu, selain itu Dhomber juga merubah namanya Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui dinas Intelejen NICA, hal itu terbukti pada saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikanya. Setatus sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao, dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Sekaligus merintis kontak dengan para pejuang dikalimantan Selatan dan Dayak Besar.
Selain itu mereka juga mengumpulkan data-data yang dianggap penting diantaranya tentang kesiap siagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi Politik, Sosial, dan Budaya.
Aktivitas Intelejen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, Khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, terekam dalam surat yang di Tulis oleh Dhomber kepada S. Iduary yang di tujukan kepada kepada Komandan Pasukan M.N. 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Jogjakarta. Isi suratnya merupakan laporan hasil perjalanannya dari tanggal 18 Oktober 1947 hingga tanggal 15 Nopember 1947. selain itu itu surat ini juga memuat beberapa usulan-usuan. untuk lebih jelasnya di sini ada beberapa kutipan dari surat / laporan tersebut:
Rizal City, Nov 18th, 1947.
Kepada
Jth. PT. Majoor Tjilik Riwoet
Komandan Pas MN 1001 Mobiele
Brigade markas Besar Tentara.
Merdeka,
Bersama ini saya laporkan hasil perjalanan saya …
3. Oleh karena dalam bulan-bulan yang akan datang ini saya sudah berada di kepulauan Tawi-Tawi, Bulungan, Tarakan dan mungkin pula sampai ke Balikpapan dan Samarinda maka dengan sendirinya saya memerlukan tenaga-tenaga perang yang dapat dipercaya dan secita-cita dengan kita. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka saya usulkan kepada P.T. supaya sedapat mungkin mengirimkan anak-anak kita ke daerah-daerah Bulungan, Tarakan, Nunukan, Tanjung Redeb, Tanjung Selor, … (tidak terbaca, ns).
Di perbatasan Borneo antara inggris dan Borneo … (tidak terbaca, ns) Bilamana mungkin pula menyampaikan kepada pasukan Iskandar tentang kedudukan saya dan sebaliknya bila ada … (tidak terbaca, ns) untuk menyampaikan kepada saya kedudukan pas iskandar.
… 6. Oleh karena belum memiliki satu rencana yang pasti dalam soal Ekonomi ini, maka sekiranya P.T. mengirim anak-anak seperti usul saya dalam pasal 3 hendaklah mempunyai bekal yang agak mencukupi terutama bahan-bahan makanan. Tetapi kelak setelah saya berada sendiri di lingkungan daerah-daaerah di Borneo Timur saya bermaksud membentuk suatu formasi perdangan dan perhubungan untuk melebarkan gerakan-gerakan ke seluruh Borneo. Maka perlu sekali P.T. memerintahkan kepada kepada seluruh markas-markas daerah supaya kalau dapat mengadakan hubungan dengan saya. Sebaliknya apabila saya bisa mengusahakan perlengkapan untuk mereka karena sebenarnya soal alat-alat disini tidaklah sukar bilamana kita mempunyai wang untuk membelinya.
7. soalnya sekarang bagaimana kita bisa mendapatkan alat-alat itu sebelum kita mempunyai bisa mempunyai wang agar dengan alat-alat itu kita bisa mempunyai kekuatan dan membangkitkan kepercayaan rakyat kepada kita. Oleh sebab itu apabila P.T. dapat memerintahkan kepada pas Iskandar untuk sebagian memindahkan gerakannya ke Hulu Mahakam dan ke Long Nawang agar di sana dapat bersatu atau bertemu dengan pas saya. Perhubungan saya dengan jawa mungkin menjadi sukar dan jalan satu-satunya yang baik ialah Selat Makasar dan Laut Jawa.
8. Laporan selesai.
Dibuat di: Rizal City, Nov 15th 1947
Jam: 2.40
Ttd.
(Dhomber S Iduary).
Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari Republik Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda pada saat itu.
Sumber:
Lihat Dra Nila Suseno, Tjilik Riwut berkisah Aksi Kalimantan dalam Tugas Operasional Militer Pertama Pasukan Payung Angkatan Udara Republik Indonesia (Palangka Raya: Pusaka Lima, Oktober 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tulis yang seperlunya!