Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) adalah sebuah stadion serbaguna di Jakarta, Indonesia yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno.
Stadion ini umumnya digunakan sebagai arena pertandingan sepak bola tingkat internasional.
Stadion ini diberi nama Gelora Bung Karno untuk menghormati Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini.
LATAR BELAKANG
Selain sebagai tempat berolahraga, kawasan Gelora Bung Karno oleh berbagai kelompok masyarakat sering dimanfaatkan sebagai ajang temu. Selain itu pada awal tujuan dibangunnya stadion ini, Presiden Soekarno juga menginginkan kompleks olahraga yang dibangun untuk Asian Games IV 1962 ini juga hendaknya dijadikan sebagai paru-paru kota dan ruang terbuka tempat warga berkumpul.
Sebuah ciri khas stadion ini adalah atap yang disebut oleh Bung Karno sebagai "Temu Gelang", yaitu sebuah atap konstruksi baja besar yang membentuk cincin raksasa dan melindungi para penonton dari panas dan hujan.
Asal Usul Sejarah Stadion Gelora Bung Karno
Gelora Bung Karno dibangun berawal dari Presiden Soekarno dalam menyambut peluang dengan menawarkan Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan pesta olahraga akbar di Asia, Asian Games ke-IV. Setelah disetujui, beliau langsung memerintahkan para bawahannya untuk segera merancang suatu kompleks pusat olahraga moderen dan terlengkap sekaligus sebagai taman public dan ruang terbuka hijau. Bagaimana kisahnya hingga Senayan yang dijadikan sebagai lokasi pembangunan? dan pembangunan ini mengorbankan 4 desa dengan lebih 60.000 penduduk yang harus hengkang dari kampung halamannya.
Dan pada saat itu kompleks gelora Bung Karno sangatlah luas. Hingga pada akhirnya keluasannya itu harus terbagi untuk pembangunan kantor-kantor pemerintahan dan swasta. Pada 21 Juli 1962, Stadion Utama berkapasitas 100 ribu penonton sempurna dibangun. Di awal Februari 1960, tepatnya pada tanggal 8 Februari Presiden pertama Ir Soekarno, (Bung Karno) menancapkan tiang pancangStadion Utama sebagai pencanangan pembangunan kompleks Asian Games IV, disaksikan wakil perdana menteri Uni Soviet, Anastas Mikoyan. Pembangunannya didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958. Ada hal yang istimewa tentang Stadion Utama ini. Ciri khas bangunan ini adalah ‘atap temu gelang’ berbentuk oval. Sumbu panjang bangunan (utara-selatan) sepanjang 354 meter, sumbu pendek (timur-barat) sepanjang 325 meter.
Stadion ini dikelilingi oleh jalan lingkar luar (athletic tracks) sepanjang 920 meter. Bagian dalam terdapat lapangan sepakbola berukuran 105 x 70 meter, berikut lintasan berbentuk elips, dengan sumbu panjang 176,1 meter dan sumbu pendek 124,2 meter. Dengan kapasitas sekitar 100.000 orang, stadion yang mulai dibangun pada pertengahan tahun 1958 dan penyelesaian fase pertama-nya pada kuartal ketiga 1962 ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
Menjelang Piala Asia 2007, dilakukan renovasi pada stadion yang mengurangi kapasitas stadion menjadi 88.083 penonton
Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama Stadion ini diubah menjadi Stadion Utama Senayan.
Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama Stadion ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001.
Yaitu Stadion Gelora Bung Karno. Pengelola stadion ini adalah Yayasan Gelora Bung Karno, yang hingga saat ini masih dipercaya sebagai operator kompleks Gelanggang Olahraga Bung Karno. Pada era Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan ini, terjadi banyak penyimpangan sehingga kawasan Geloran Bung Karno yang semula luasnya 279,1 hektar ini telah menyusut hingga tinggal 136,84 hektar ( 49 % ) saja. Dari jumlah yang 51 % itu, 67,52 hektar atau sekitar 24,2 % dari luas semula digunakan untuk berbagai bangunan pemerintah seperti gedung MPR/DPR, Kantor Departemen Kehutanan, Kantor Departemen Pendidikan Nasional, Gedung TVRI, Graha Pemuda, Kantor Keluragan Gelora, SMU Negeri 24, Puskesmas, dan rumah makan. Sisanya, yang 26,7 % atau 74,4 hektar disewakan atau dijual untuk berbagai bangunan seperti misalnya kepada Hotel Hilton, kompleks perdagangan Ratu Plaza, Hotel Mulia, Hotel Atlet Century Park (dahulu Wisma Atlet Senayan), Taman Ria Remaja Senayan, Wisma Fairbanks, Plaza Senayan dan berbagai bangunan komersial lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tulis yang seperlunya!